TERAPI CAIRAN INTRAVENA

TERAPI CAIRAN INTRAVENA (KRISTALOID) PADA SYOK HIPOVOLEMIK

DEFINISI DAN PENYEBAB SYOK

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:

  1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.

  2. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.

  3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.

Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok anafilaksis. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

  1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

  2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.

  3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

    1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.

    2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

    3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.

Gejala dan Tanda Klinis

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:

  1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

  2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

  3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.

  4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.

Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.

Pemeriksaan Laboratorium – Hematologi

Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.

Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.

Diagnosa Differensial

Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.

Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.

Resusitasi Cairan

Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.

Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.

Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.

Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.

Pemilihan Cairan Intravena

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.

Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah cedera luka bakar.

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.

Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian

Daftar Pustaka

  1. Darmawan, Iyan, MD, Cairan Alternatif untuk Resusitasi Cairan: Ringer Asetat, Medical Departement PT Otsuka Indonesia, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan.

  2. FH Feng, KM Fock, Peng, Penuntun Pengobatan Darurat, Yayasan Essentia Medica – Andi Yogyakarta, Edisi Yogya 1996 hal 5–16

  3. Hardjono, IS, Biomedik Asam Laktat, Bagian Biokimia FK Undip Semarang, Majalah Medika No. 6 Tahun XXV Juni 1999 hal 379-384

  4. Pudjiadi, Tatalaksana Syok Dengue pada Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Agustus 1999.

  5. Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta, 14 Agustus 1999.

  6. Thaib, Roesli, Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan, Kumpulan Naskah Temu NAsional dokter PTT, FKUI, Simposisum h 17-32

  7. Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi – Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi Kedua, ED Soeparman, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987 hal 8–12

MEMANDIKAN PASIEN BAYI

A. Persiapan
Persiapan Alat
1.Meja mandi.
2.Handuk Mandi.
3.Popok/handuk bersih untuk alas mandi.
4.Waslap sekurang-kurangnya dua.
5.Sabun mandi dalam tempatnya
6.kapas lembab yang telah diseduh dengan air panas
7.Kapas kering dalam tempatnya
8.Minyak bayi
9.ember terrurup untuk pakaian kotor
10.Tempat sampah tertutupPerlengkapan pakaian anak (baju popok,gurita dan lain-lain)
11.Dua buah baskom berisi air hangat.
2. Persiapan perawat
1.Masker
2.Celemek.
3. Persiapan pasien atau ibu
Melakukan pendekatan pada anak / ibu daqn menjelaskan tentang tindakan
yang akan dilakukan. Terhadap pasien /anaknya

B. PELAKSANAAN
1.Perawat memakai masker dan pakaian khusus. ( celemek )
2.Pintu dan juendela tertutup
3.Pakaian anak dibuka
4.Anak diangkat ke meja mandi dan diletakan pada posisi yang aman
5.Mata bayi dibersihkan memakai kapas lembab dengan cara menghapus mulai dari bagian dalam dan selanjutnya mengarah keluar dan setiap usapan diganti untuk mencegah kontaminasi mata yang satu.
6.Telinga dibersihkan dengan kapas pembersih juga setiap usapan diganti.
7.muka dilap dengan waslap setelah bersih dikeringkan dengan handuk pada saat membersihkan muka pemakaian sabun tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan iritasi pada mata.
8.Kemudian disimpan diatas tangan kiri perawat ecara hati-hati lalu disabuni dan membersihkan memakai waslap. Pada sat menyabun kepala. Dijaga agar sabun tidak mengenai mata karena dapat rasa pedih dan iritasi . setelah itukepala dikeringkan dengan handuk.
9.Pakaian anak dibuka, lalu tangan badan kaki dibersihkan dengan waslap basah.
10.Punggung disabuni dengan menelungkupkan / miringkan anak selama menyabun punggung, dada dan leher anak harus selalu berada diatas lengan kiri perawat memegang lengan kanan anak secara erat.
11.Punggung diserka dengan waslap basah, sabun harus betul-betul bersih dari semua bagian tubuh terutama pada daerah lipatan karena soda sabun dapat menimbulkan rasa gatal dan iritasi.
12.bokong dan daerah perineum dibersihkan paling akhir genitalia dibersihkan dari bagian depan menuju bagian belakang untuk mencegah kontaminasi kotoranran dari anus.
13.Setelah bersih, tyubuh anak dikeringkan dengan handuk dan selanjutnya diberi talk.
14.Bila ada kulit yang terlalu kering dapat diolesi dengan minyak ( baby oil ) kemudian dipakaikan baju.

CARA PEMBERIAN OBAT

1.Persiapan pemberian obat melalui IV, IM, Sub kutan, dan intra kutan :

A.Persiapan pemberian obat melalui intravena (IV)
Spoit dan jarum steril dalam tempatnya
Obat-obatan yang diperlukan
Nirbekken / bengkok
Kapas aseptik
Bak spoit steril
Turnikel
Tempat untuk menampung kotoran
Perlak dan alasnya
Gunting
Plester
Baskom berisi larutan desinfektan untuk mencuci tangan
Handuk dan handscoen

B.Persiapan pemberian obat melalui intramuskuler (IM)
Spoit (ukuran beragam sesuai dengan volume obat yang akan diberikan)
Jarum steril
Kassa antiseptik
Obat-obat yang diperlukan (ampul atau vial obat)
Cairan pelarut, misalnya NaCl atau aquades
Bak spoit steril yang tertutup
Bengkok yang berisi larutan desinfektan
Tempat untuk menampung kotoran
Perlak dan alasnya
Baskom yang berisi larutan desinfektan untuk cuci tangan
Handuk dan handscoen

C.Persiapan pemberian obat melalui sub cutan
Spoid dan jarum steril
Obat yang diperlukan
Kapas antiseptik steril
Ampul atau vial dari obat yang steril
Kasa steril untuk membuka ampul
Nirbekken / bengkok
Baskom berisi larutan desinfktanuntuk mencucui tangan
Handuk dan handscoen

D.Persiapan pemberian obat melalui intra cutan
Spoit dan jarum steril
Kasa antiseptik
Obat yang diperlukan
Bak spoit steril
Bengkok
Baskom berisi larutan desinfektan untuk mencuci tangan
Handuk dan handscoen

2.Cara pemberian obat melalui IV, IM, Sub kutan, dan intra kutan :

A.Pemberian obat melalui intravena (IV)
Pastikan adanya order pengobatan
Peralatan disiapkan
Yakinkan bahwa pasien benar, memberikan HE (healt education) dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, kemudian bantu mengatur posisi yang enak.
Cuci tangan kemudian gunakan handscoen
Lakukan skin test jika ada alergi terhadap pasien maka batalkan pemberian obat tetapi jika tidak ada alergi maka bisa dilanjutkan
Tentukan dan cari vena yang akan ditusuk
Bila vena sudah ditemukan misalnya basilika, atur lengan lurus dan pasang turnikel sampai vena benar-benar dapat dilihat dan diraba kemudian desinfeksi dengan menggunakan kapas alkohol
Siapkan spoit yang sudah berisi obat. Bila dalam tabung masih terdapat udara, maka udara harus dikeluarkan
Pelan tusukkan jarum kedalam vena dangan posisi jarum sejajar dengan vena dan lubang jarum menghadap keatas. Untuk mencegah vena tidak bergeser tangan yang tidak memegang spoit dapat digunakan untuk menaan vena sampai jarum masuk vena
Lakukan aspirasi dengan cara menarik pengokang spoit. Bila terisap darah berarti sudah didalam vena, jika tidak terisap/keluar darah berarti belum didalam vena. Bila sudah didalam vena maka lepaskan turnikel dan masukkan obat perlahan-lahan sampai habis.
Setelah obat masuk semua, segera cabut spuit dan buang ditempat pembuangan sesuai prosedur.
Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang enak
Observasi keadaan pasien dan catat semua tindakan anda kemudian tanda tangan (nama terang)

B.Pemberian obat melalui intramuskuler (IM)
Pastikan adanya order pengobatan
Peralatan disiapkan
Siapkan obat dengan mengambil obat dari ampul atau vial. Periksa urutan medikasi terhadap rute, dosis dan waktu pemberian
Yakinkan bahwa pasien benar, memberikan HE (healt education) dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, kemudian bantu mengatur posisi yang enak.
Cuci tangan kemudian gunakan handscoen
Tentukan lokasi penyuntikan, pilih area yang bebas dari lesi, nyri tekan, bengkak dan radang. Bersihkan kulit dengan pengusapan antiseptika secara melimgkar dari dalam kedalam keluar
Siapkan spoit yang sudah berisi obat, buka penutup jarumnya dengan hati-hati, dan keluarkan udara dalam spoit
Gunakan tangan yang tidak memegang spuit untuk membentangkan kulit pada area yang akan ditusuk, pegang spoit antara jempol dan jari-jari kemudian tusukkan jarum secara tegak lurus pada sudut 90o

Lakukan aspirasi untuk mengecek apakah jarum tidak mengenai pembuluh darah denga cara menarik pengokang. Bila terisap darah, maka segera cabut spuit, buamg dan ganti yang baru. Bila tidak terisap darah, maka perlahan-lahan masukkan obat dengan cara mendorong pengokang spuit
Bila obat sudah masuk semua, maka akan segera cabut spuit dan dan lakukan masage pada area penusukan
Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang enak
Buang spuit pada tempat yang telah disediakan, bereskan peralatan
Observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda

C.Pemberian obat melalui sub cutan
Cuci tangan kemudian gunakan handscoen
Peralatan disiapkan
Masukkan obat dari vial atau ampul kedalam tabung spuit dengan cara yang benar
Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan dan atur dalam posisi yang nyaman (jangan keliru pasien, bantu pasien pada posisi yang mana lengan, kaki, atau perut yang digunakan injeksi dapat rileks)
Pilih area tubuh yang akan disuntik, kemudian Bersihkan kulit dengan pengusapan antiseptika secara melimgkar dari dalam kedalam keluar
Siapkan spuit, lepaskan penutup secara tegak lurus sambil dan keluarkan udara dari spuit
Pegang spoit dengan salah astu tangan antara jempol dan jari-jari pada area injeksi dengan telapak tangan menghadap kearah samping atau keatas untuk kemiringan 45o. Gunakan tangan yang tidak memegang spoit untuk menghangkat dan merentangkan kulit, lalu secara hati-hati dan mantap tangan yang lain menusukkan jarum. Lakukan aspirasi, bila muncul darah, maka segera cabut spoit untuk dibuang dan diganti dangan apoit yang baru pula. Bila tidak muncul darah, maka pelan-pelan dorong obat kedalam jaringan
Cabut spoit lalu usap dan massage pada area injeksi. Bila tempat penusukan mengeluarkan darah maka tekan area tusukan dengan kasa steril kering sampai perdarahan berhenti
Buang spuit pada tempat yang telah disediakan, bereskan peralatan
Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang enak
Cuci tangan
Observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda
Kaji keefektifan obat.

D.Pemberian obat melalui intra cutan
Cuci tangan kemudian gunakan handscoen
Peralatan disiapkan
Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
Pilih area tubuh yang akan disuntik,misalnya lengan kanan dan lakukan desinfeksi dengan pengusapan antiseptika secara melimgkar dari dalam kedalam keluar
Pegang erat lengan pasien dengan tangan kiri anda dan tangan yang satunya memegang spoit kearah klien
Tusukkan spoit dengan sudut 15o pada epidermis kemudian teruskan sampai dermis lalu dorong cairan obatnya. Obat ini akan menimbulkan tonjolan dibawah permukaan kulit
Cabut spoit, usaplah pelan-pelan arwa penyuntikan dengan kapas antiseptik tanpa memberikan massage(massage dapat menyebabkan oabt masuk kejaringan atau keluar melalui lubang bekas tusukan)
Buang spuit pada tempat yang telah disediakan, bereskan peralatan
Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang enak
Cuci tangan
Observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda

3.Cara perdokumentasian pemberian obat :
Jika hasil pengkajian menunjukkan bahwa perlu dilakukan pendidikan kesehatn maka perawat harus membuat perdokumentasian khusus untuk pelaksanaan penyuluhan kesehatan pada klien dan keluarganya.
Pada saat klien telah diberikan informasi tentang mamfaat / fungsi dari pemberian obat yang dilakukan,maka perawat segera membuat urat persetujuan tindakan medik (informedcontent) sebagai aspek legilitas dalam perlindungan hukum bagi perawat.
Catat semua alat yang digunakan, baik jenisnya, jumlahnya maupun dosisnya, sebagai pertanggungjawaban adiministrasi pengobatan pada pihak R.S
Buat laporan dengan mencatat langkah-langkah prosedur pemberian obat
Catat kapan pemberian obat dan obat oapa yang telah diberikan serta Catat perubahan yang dirasakan oleh pasien setelah pemberian obat tersebut.
Dokumentasi harus segera dilakukan pada setiap pelaksanaan pemberian obat
Pastikan kebenaran akan setiap pencatatan yang dilakukan
Mencatat nama perawat yang melakukan penyuntuikan serta tanda tangan

KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI FECAL

KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI FECAL

Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan

Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis, dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.

Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :

1. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam lambung.

2. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.

3. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme. Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.

4. Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
o Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
o Jejenum atau bagian tengah dan
o Ileum

5. Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdir dari :
Þ Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
Þ Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
Þ Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.

Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat – lunak.

Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :

Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam empedu.
Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses.
Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.

6. Anus / anal / orifisium eksternal
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal (involunter) dan eksternal (volunter)

Fisiologi Defekasi

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
7. Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.

8. Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.

Susunan feses terdiri dari :

1. Bakteri yang umumnya sudah mati
2. Lepasan epitelium dari usus
3. Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
4. Garam terutama kalsium fosfat
5. Sedikit zat besi dari selulosa
6. Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal

9. Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, kontrol
10. Diet
11. Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
12. Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
13. Faktor psikologik
14. Kebiasaan
15. Posisi
16. Nyeri
17. Kehamilan : menekan rektum
18. Operasi & anestesi
19. Obat-obatan
20. Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
21. Kondisi patologis
22. Iritans

Masalah eliminasi fecal

23. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.

Penyebabnya :

Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain
Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang
Meningkatnya stress psikologik
Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.

24. Impaction

Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.

25. Diare

Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.

26. Inkontinensia fecal

Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.

27. Flatulens

Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.

28. Hemoroid

Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

PERHITUNGAN BB,TB DAN KEBUTUHAN CAIRAN (BERDASARKAN IWL DAN SWL)

1. Berat Badan
BB klien = 7,1 kg
BB normal untuk usia klien (9 bulan)adalah : Umur (bulan) + 9 = 18/2
2
= 9 kg
Persentase BB klien = 7,1 x 100%
9
= 79 % (Malnutrisi ringan) (75 – 90 % Grade I).

2. Tinggi Badan
TB = 70,5 cm
TB normal (0 – 1 thn) = 75 cm
Persentase TB Klien = 70, 5 x 100 %
70
= 94% (Malnutrisi Ringan) (90 – 95%)

3. Kebutuhan cairan
Kebutuhan cairan maintenance = 7,1 x 100 cc/hari = 710 cc/hari
IWL = 30 x 7,1 Total IWL + SWL = 333 + 1041
= 213 ……….(A) = 1374 cc
= A + 200 (37,4 – 36,8 0C)
= 213 + 200 (0,6)
= 213 + 120
= 333 cc
SWL = 1. Out put urine = 2 cc/kg BB/jam
= 2 x 7.1
= 14,2 cc/jam
= 341 cc/hari
2. Feses (3 kali) = 3 x 200 cc
= 600 cc
3. Muntah (1 kali) = 100 cc

IMT SEBAGAI ALAT PEMANTAU BERAT BADAN

Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Berat Badan (Kg)
IMT = ——————————————————-
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1–25,0; dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Kategori
IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
27,0

Jika seseorang termasuk kategori :
1.IMT 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat

Contoh cara menghitung :

Opong dengan tinggi badan 159 cm, mempunyai berat badan 70 kg. Maka IMT Opong adalah :

70 70
——————– = ——– = 27,7
(1,59 X 1,59) m 2,53

Berarti status gizi Opong adalah gemuk tingkat berat, dan Opong dianjurkan menurunkan berat badannya sampai menjadi 47- 63 kg agar mencapai berat badan normal (dengan IMT 18,5 – 25,0).

PERHATIAN !
Seseorang dengan IMT > 25,0 harus berhati-hati agar berat badan tidak naik. Dianjurkan untuk menurnkan berat badannya sampai dalam batas normal.

MASALAH DIGESTIVE

MASALAH PADA SYSTEM DIGESTIVE

System digestive terdiri dari :
Organ utama (tract. Gasytrointestinal)
Organ asesori (kel. Saliva, hepar, pancreas, kandung empedu)

Berfungsi :
Menyediakan nutrien untuk dikirimkan ke sel melalui proses : ingesti, digesti, absorpsi.
Eliminasi makanan yang tidaj dapat dicerna.

Berdasarkan area —- diklasifikasikan :
1.Masalah usofagus
2.Masalah gaster
3.Masalah usus halus
4.Masalah kolon
5.Masalah organ asesori.

Masalah usofagus :

1.Kegagalan menelan
Menelan : dikoordinasikan oleh plexus auerbach —- makanan masuk ke gaster karena relaksasi temporer.
Otot-otot gastroesophageal
Otot-otot cricopharingeal
Kesulitan menelan —— dysphagia
Terjadi oleh karena :
Masalah neuromuscular
Penyakit saraf
Seperti pada :
Myasthenia gravis
Polio bulbar
Muscular dystrophy
Botulism
Terjadi oleh karena degenerasi serabut saraf pada plexus auerbach: —-
Kerusakan spincter gastroesophageal
Penurunan kontraktilitas 2/3 bagian bawah esophagus.
Akalasia

Inflamasi Mukosa Esophagus

Esofagus dilindungi oleh :
Mukus yang disekresi oleh tunika mukosa
Kontraksi spincter gastroesophageal sehingga mencegah refluks isi lambung.

Jika refluks —- cairan lambung masuk ke esophagus —- esofagitis
Terjadi pada : hiatal hernia.

Masalah Gaster

Makanan —- gaster mulai digesti protein —- semiliquid (chyme) usus halus —- disfungsi gaster —- gangguan digesti dan absorpsi.
Obstruksi gaster
Paling sering o.k stenosis pylorus : congenital, didapat

Pada congebital
Usia 1 – 2 minggu
Muntah-muntah, regurgitasi —– failure to thrive —-malnutrisi
Neoplasma gaster
Paling sering didaerah pylorus
Inflamasi gaster
Gastritis acut degenerasi pada bagian suerfisial karena terpapar zat-zat iritan seperti alcohol, aspirin, steroid dan asam empedu.
Degenerasi tunika mukosa
H + masuk ke jaringan gaster
Keasaman interstitial meningkat
Terangsang pengeluaran zat vasoaktif : histamin, serotinin, kinin —– meningkatnya permiabilitas kapiler vasodilatasi
Edema —- Infiltrasi limfosit sel plasma

Gastritis Kronis
Degenerasi yang menimbulkan atropy beberapa sel fungsional tunika mukosa —- penurunan / pengurangan produksi HCl —– penurunan faktor intrinsic —– gangguan digesti —- gangguan absorpsi. Gangguan absorpsi vitamin b 12 —- anemia perniciosa.

Peptic Ulcer
Jika sekresi asam —- nekrosis mukosa gastro intestinal —- ulcus peptikum —- penurunan sekresi gaster, merangsang hypertrophy pylorus —- stenosis pylorus.

Ulcus Duodenum
Hiper stimuli sel parietal oleh nervus vagus —- massa sel meningkat —- sekresi hcl meningkat.
Peningkatan sekresi gastrin yang abnormal oleh adenoma sel-sel non beta pulau langerhans (zollinger ellison syndrome)
Peptic ulcer + duodenum ulcer dapat disebabkan juga oleh :
Stress psycologys
Stress physiologis —- stress ulcer

Penyebab stress physiologis :
Cedera otak serius —– cuching syndrome
Luka bakar
Shock cardiogenik
Pembedahan
Intake obat-obatan tertentu yang berlebihan

Manifestasi klinis inflamasi gaster :
Nyeri epigastrium, Anorexia
Mual dan muntah —- intake nutrisi menurun

Manifestasi lain tergantung sifat penyakit —gastritis kronis oleh karena penurunan sekresi faktor intrinsic —- anemia —- hipoxia seluler
— ulcus lambung —– bleeding —- perforasi gaster — Cairan lambung masuk ke cavum abdomen —– Peradangan membran —- peritonitis

Masalah Usus Halus

Usus halus :
Tempat digesti terakhir
Tempat absorpsi zat makanan
—— gangguan pada usus halus —- gangguan digesti dan absorpsi

Gangguan digesti – absorpsi

crohn’s disease —- peradangan kronis terutama pada ileum , lesi terdapat pada nodus lymphatic —- obstruksi lymphatic —– penebalan lapisan submukosa —- gangguan absorpsi.
ze syndrome
peningkatan hcl —- lingkungan sangat asam pada intestin —- inactive enzym pancreas presipitasi garam empedu

Celliac disease

Degenerasi sel —- defisiensi lactase —- gangguan digesti lactosa susu

Manifestasi klinis gangguan digesti – absorpsi —– penurunan supply nutrien ke jaringan — penurunan pembakaran zat makanan —- penurunan produksi energi —- meningkatnya kelemahan fisik Penggunaan massa tubuh sebagai sumber energi —– penurunan berat badan

Lain-lain :
Penurunan absorpsi protein —– penurunan tekanan osmotic koloid —- perpindahan cairan ke extravascular — Sintesa protein menurun —- massa otot menurun, anemia + defisiensi enzim (pada yang lebih berat)
Penurunan absorpsi lemak —- steatorhea
Penurunan absorpsi fe, asam folat, vitamin b 12 —— anemia . Dll

Obstruksi paralitic

Obstruksi
inflamasi – hyperplasic (crohn’s disease)
hernia
adhesi
invaginasi

Isi usus tertumpuk diatas obstruksi —- menutup aliran dari gaster, peristaltic meningkat —- muntah
Paralytic

Transport nutrient terhenti
—- obstruksi, paralytic

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Hipotensi
Oleh karena :
Sekresi cairan dan elektrolit pada lumen usus normal absorpsi menurun —- cairan terkumpul pada lumen usus
Inflamasi —- peningkatan permiabilitas kapiler —- cairan masuk ke cavum abdomen —- distensi, seringkali disertai bacteri —- peritonitis
Muntah-muntah terutama pada obstruksi
—- muncul tanda-tanda hypovolemic

Masalah colon

Inflamasi
Diverticulitis : pembentukan kantung-kantung kecil pada ddg intestin (diverticuli), jika terjadi radang —- diverticulitis

nyeri
bleeding (jika perforasi)
peritonitis

Colitis ulcerative
inflamasi yang ditandai dengan edema dan kengesti jaringan mukosa

Penurunan absorpsi air

Diare
Feses berdarah

Neoplasma
—- potensial abstruksi
Gangguan motilitas

Constipasi terjadi oleh karena : kebiasaan buruk, gangguan saraf.

Diare : peningkatan kecepatan peristaltic —- penurunan absorpsi air, terjadi oleh karena :
Peradangan, peningkatan stimulasi parasimpatic, infeksi virus/bakteri —- iritasi mukosa —- peningkatan sekresi mucus dan motilitas usus

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Masalah organ asesori

Pankreas

Pancreatitis acut biasanya oleh karena obstruksi ductus biliaris —- enzim dan empedu kembali ke pancreas —- autodigesti
Enzim pancreas —- aliran darah, penurunan enzim ke saluran cerna

Nausea, vomiting, nyeri hebat.
Terjadi shift ca ke jaringan pancreas yang mengalami degenerasi —- hypocalcemi

Pancreas kronis : degenerasi jaringan —- nekrose yang diikuti dengan pembentukkan jaringan ikat terjadi oleh karena alcoholism, malnutrisi
Terjadi penumpukan ca pada ductus pancreas —- obstruksi dapat disertai dengan obstruksi ductus biliaris.

Manifestasi klinis

Steatorrhea
Peningkatan kecenderungan perdarahan
Meningkatnya protein nitrogen dalam feses
Glucose intolerance d.m

Hepar dan empedu

1.Gangguan produksi dan ekresi bile
Bila di produksi oleh hepar —- disimpan di kantung empedu untuk disekresikan ke duodenum

Masalah yang dapat terjadi :
produksi bilirubin yang berlebihan oleh karena peningkatan destruksi rbc —- bilirubin unconyugatee > kemampuan hepar —- bilirubin masuk ke sirkulasi darah —- perubahan warna kulit
Sering terjadi pada bayi baru lahir oleh karena : umur rbc lebih pendek, Jumlah rbc lebih dewasa
Ketidakcocokan golongan darah abo / rh
Kelainan darah
Jika serum bilirubin unconyugated > 20 mg % —- kernicterus —- degenerasi saraf —-
Bayi fatigue
Tidak mau minum
Aktivitas motorik menurun
Kejang-kejang
Jika survive —– mr, cp

Pada dewasa destruksi / hemolysis rbc terjadi oleh karena :
Seckle cell anemia
Anemia perniciosa
Transfusi
Rx terhadap obat
Thalasemia

Insufisiensi excresi bilirubin

Bilirubin terconyugated tidak dapat masuk ke duodenum oleh karena :
Kompresi ductus biliaris intra hepatic misalnya pada : hepatitis, cirrosis
Oclusi ductus biliaris extra hepatic misalny oleh ca pancreas, cholelithiasis
==== bilirubin terconyugasi di absorpsi dari liver —- aliran darah —-
Kulit/sclera icteric
Pembuangan melalui urin meningkat —– urin seperti air the
Penurunan produksi sterkobillin dan urobilinogen —- feses berwarna pucat seperti dempul
Gangguan digesti dan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.

Gangguan fungsi sel hepar

Hepatitis —- inflamasi yang disebabkan oleh :
Zat toxic : alcohol, carbon tetrashoride, acetamonifen dalam dosis >>
Virus pathogen

Hepatitis menyebabkan ;
Inflamasi nekrosis dan dari sel yang rusak dikeluarkan enzim intrasel ke dalam darah —– sgot meningkat dalam plasma
Sgpt meningkat
Penurunan fungsi hepar lain — malaise, lesu, anorexia, headache, subfebris
Penurunan exresi bilirubin
Penurunan konyugasi bilirubin — dalam plasma bilirubin direct dan indirect meningkat —- icteric

Cirrosis hepatis
Penyakit hepar kronis yang ditandai dengan : degenerasi fibrotic jaringan hepar.
50 % c.h disebabkan oleh karena chronic alcoholic hepatitis (laennec cirrosis)

Karakteristik cirrosis :
Nekrosis yang mengenai 2/3 bagian hepar
Replacement yang permanent dari jaringan yang nekrosis oleh jaringan ikat penunjang
Pembentukan nodul besar sel hepar untuk menggantikan sel hepar yang rusak

Akibat perubahan struktur :
Penurunan blood suplly —- kerusakan sel meningkat oleh karena iskhemic
Vena dalam hepar tertekan oleh nodul —- venous return menurun —- congesti —- peningkatan tekanan darah kapiler porta —- edema dinding intestin.

Manifestasi klinis
Biasanya berkembang lambat dan asymptomatis untuk periode yang lama, tanda dini : lesu, anorexia, nyeri tumpul, nausea, vomiting.
Manifestasi lebih lanjut
Hepatic cellular failure
Penurunan prothrombin dan fibrinogen —- tendensi terjadinya perdarahan oleh karena penurunan absorpsi vitamin k
Penurunan produksi albumin —- tekanan osmotic colloid menurun —- edema
Peningkatan aldosteron dan adh —- ketidakseimbangan cairan —-(hypervolemia )
Icterus/jaundice
Peningkatan glukosa darah dan ammonia

Perubahan homeostasis akibat masalah system digestive
1.Penurunan pemenuhan o2 oleh karena ;
– penurunan produksi factor intrinsic —– penurunan absorpsi vit. B 12 —- penurunan produksi rbc
– penurunan produksi fibrinogen dan prothrombin o.k penurunan absorpsi lemak —- vit. Yg larut dalam lemak (vit.k) —- penurunan aktivitas faktor pembekuan ii, vii, ix, x —— perdarahan
==== transport o2 ke jaringan menurun

2.Penurunan pemenuhan nutrisi

KEBUTUHAN CAIRAN

: 40–50 ml/kgbb/hari

Koreksi elektrolit
HCO3- : n = 22 – 28 meq/l Stand. 25
Jika menurun : koreksi dg (HCO3- n – h ) x 1/3 bb

Na n= 135 – 145 —- 138
Penurunan koreksi dg :
( n – h ) x 0,2 x bb

Kalium n = 3,5 – 5,5 —- 4,5
Koreksi : ( n – h ) x 1/3 bb

Ca = 20 mg /kg bb
Cl = 97 – 108

KESEIMBANGAN ASAM BASA

KESEIMBANGAN ASAM BASA

Aktivitas cell “optimal ” jika ph cairan extracell : 7,35 – 7,45.
Perubahan ph —- peningkatan / penurunan —- aktivitas cell terganggu

Diperlukan regulasi
Mekanisme regulasi :
Dilution
Buffer
Kompensasi

Sytem buffer dalam tubuh :
Karbonat
Phospat
Protein
Hemoglobin

Mekanisme kompensasi :
System pernafasan
Renal system

KETIDAK SEIMBANGAN ASAM BASA

Normal —- pH extracell 7,35 – 7,45 dengan ratio H2CO3 : NaHCO3- adalah 1 : 20
Ph meningkat / ratio H2CO3 : NaHCO3-adalah 1 : >20 —— alkalosis
Ph menurun / ratio H2CO3 : NaHCO3-adalah >1 : 20 —- acidosis
Dapat terjadi oleh karena :
Metabolisme —- acidosis metabolic, alkalosis metabolic —- HCO3
Respiratorik —- acidosis respiratorik,alkalosis respiratorik —- H2CO

Acidosis metabolik
Terjadi karena :
Anoxia /hypoxia
DM uncontrolled
Peningkatan output basa bicarbonat
Peningkatan intake acid
>>> h + ———- ph menurun
—- RR — kusmaul, weakness,disorientasi,koma.

Nilai lab.
uncompen. Compen.

Ph >> produksi co2

Depressi SSP —- irritability, mengantuk, halusinasi
Pusat pernafasan depresi : respirasi dangkal, tachycardi,arrytmia.

Nilai laboratorium
uncompen compen
pH 1/20 1 : 20
H2CO3 : NaHCO3-

Alkalosis respiratori
Oleh karena :
Peningkatan ventilasi (hyperventilasi) : peningkatan suhu, hypoxia di dataran tinggi, ventilator mekanik yang tidak tepat.
Kecemasan/ketegangan, nyeri, trauma ssp, obat-obatan.

Penurunan pco2 —- ph > 7,45 —- numbness, tingling pada jari., carpopedal spasm, arrytmia, tetani & hypokalsemia.

Nilai laboratorium
uncompen compen

Ph > 7,45 7,35-7,45
PCO2 HCO3- n
Ratio >>
Muntah hebat
Suction nasogastric

<<7,45 7,35-7,45
Pco2 n
Hco3-
Ratio 1/30 n
atau 1/>30
h2co3 : hco3 –

KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A.Proporsi cairan tubuh
BBL : 80 % bb
Anak : 70 % bb
Dewasa : 60 % bb
Usila : 40 –45 % bb

B.Distribusi cairan tubuh
Intra sel : 40 %
Extracell : interstitial 15% bb plasma (intra vaskuler) 5 %bb
Darah menyimpan panas 36 0 c

D.Fungsi cairan tubuh :
Pembentuk struktur tubuh
Sarana transportasi
Metabolisme sel
Pelarut elektrolit dan non elektrolit
Memeliharra suhu tubuh

D.Keseimbangan intake – output
Intake :
Ingestion
Jumlah tergantung dari usia,bb
Oxidasi sel kurang lebih 10 ml/100 ml yang dibakar
Output :
Iwl tergantung dari usia, bb dipengaruhi oleh :
Suhu tubuh
Kerja fisik
Kondisi atm
Urine :
1 – 2 ml/kgbb/jam atau pada orang dewasa kurang lebih 1000 – 1500 ml

E.Komposisi cairan :
1.Air : Fungsi pelarut, reaksi kimia, metabolisme. Regulator : ADH, aldosteron
2.Elektrolit :
Natrium :  Lebih banyak di extrasell, fungsi untuk mempertahankan isotonisitas cairan extrasell.
Natrium dan kalium :  memberikan lingkungan kimia listrik yang penting untuk kontraksi otot dan transmisi impuls saraf. Regulator : aldosteron
Chlorida (cl) :
Berperan sebagai electron netral diluar intracell
>> pada cairan lambung dan keringat
Fungsi mengatur keseimbangan asam basa
Regulator : faktor yang mempengaruhi konsentrasi plasma

Kalium dan Phospor (ca & p ) :
Kalium : >> pada tulang  Untuk pembekuan darah, metabolisme tulang, kontraksi otot dan transmisi impuls saraf & Menentukan permeabilitas membran sel
Phospor :
Phospor :  berperan dalam pembekuan tulang, komponen ATP, sebagai buffer dalam mempertahankan keseimbangan asam basa intrasell.
3.Non elektrolit
Glikosa dan fruktosa
Ureum kreatinin
Protein

PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

1.Antara plasma – interstitial
Dipengaruhi oleh :
Permeabilitas membran sel
Tekanan hydrostatik kapiler
Tekanan osmotic koloid
Mekanisme transport :
Difusi
Osmosa
2.Antara interstitial – intrasell
Mekanisme transport:
Simple difusi: O2, CO2, Cl, alkohol.
Facilitated difusi : glukosa
Transport aktif : Na,K
Osmosa

KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN :

1.Hypervolemia ( peningkatan volume cairan )
Terjadi oleh karena :
Peningkatan intake —- infus >> , psychotic drinking episode
Penurunan output —- renal failure, chd, ketidakseimbangan endokrin, penggunaan obat-obat steroid.

Tanda dan gejala :
Peningkatan plasma :
Dilusi protein bermol besar, RBC —- penurunan konsentrasi protein plasma, penurunan HCT.
Peningkatan tekanan darah, distensi vena jugularis, overload sirkulasi.
Peningkatan cairan interstitial —- edema, peningkatan bb, peningkatan turgor kulit, bengkak pada kelopak mata.

Edema paru :
Batuk-batuk dg dahak berbusa, bercak darah
Dyspnea

Asites : dyspnea

2.Hypovolemia (penurunan volume cairan)
Terjadi oleh karena :
Peningkatan output : >>> perspitasi, drainage pada luka bakar, abses, diare, muntah-muntah, gastric —- suction.
Hemorrhagic
Diabetes insipidus
Penurunan intake —- ketidakseimbangan elektrolit
Tanda dan gejala :
Penurunan plasma : peningkatan konsentrasi plasma protein, peningkatan hct (kecepatan pada hemorrhagic); penurunan tekanan darah —- penurunan cardiac output —- diuresis menurun dan kolaps pembuluh darah superficial —- kulit dingin dan berkeringat.
Penurunan cairan interstitial —- penurunan turgor kulit, mukosa membran kering, mata cekung, penurunan bb, peningkatan temp.

KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Ketidakseimbangan isotonis —- perubahan volume cairan extracell yang disertai dengan perubahan elektrolit secara proporsional isotonic dengan cairan intracell  Tidak terjadi sel edema / keriput
Penyebab :
Peningkatan —- >>> infus nacl 0,9 %, hypersekresi aldosteron; peningkatan volume cairan keseimbangan peningkatan dengan jumlah natrium
Penurunan —- kehilangan cairan yg mengandung natrium secara proporsional —- perdarahan, >>> respirasi drainage luka

Ketidakseimbangan Natrium :
Terjadi oleh karena :
Peningkatan/penurunan natrium, volume cairan tetap.
Natrium tetap, penurunan/penungkatan volume cairan

Hyponatremi
Oleh karena :
Penurunan ointake natrium
Peningkatan output natrium
>> cairan hypotonis
Enema dengan air kran
Penurunan output cairan
Sekresi adh oleh karena stress, cancer, cerebral disorder, pain, trauma surgical, penggunaan morphin/obat anestesi.

Konsentrasi Na extracell menurun
Cairan extracell —– intracell —-cell edema
Edema cell otak —- neural symptom
Twitching
Hyper irritable
Disorientasi
Convulsi
Coma
Edema tempat lain —-lemah, anorexia, nausea, vomiting, abdominal cramp, diarhe.

Hypernatremi
Oleh karena :
Peningkatan intake natrium
Penurunan volume darah —- sulit menelan,gangguan rasa haus, penurunan air di lingkungan, diabetes insipidus, >> perpitasi.

Konsentrasi cairan extracell meningkat
Cairan intracell —- extracell —- cell keriput, rasa haus.
Keriput sel otak —- tampak ketakutan, gelisah, koma.
Keriput sel lain —- kulit kering,mukosa membran kering, mata cekung, lidah beralur jelas.

Tanda dan gejala lain pada :
Hyponatremi
Hypernatremi
—- tergantung pada penyebab.

Hypokalemia
Penurunan kalium extracell oleh karena :
Penurunan intake kalium
Peningkatan output kalium : gastrointestinal losses — diare, >>> urine, peningkatan sekresi aldosteron, alkalosis.

Penurunan respon otot terhadap rangsang saraf
Gangguan pada otot polos git —- distensi abdomen, vomiting, illeus paralitic.
Penurunan tonus vaskuler —- hypotensi
Gangguan pada otot rangka —- pernafasan dangkal, kelemahan otot-otot.
Gangguan pada otot jantung —- arrytmia —- heart block, perubahan ekg ( st segment depresi) flattenea t wave,.peningkatan sensitivitas terhadap digitalis.
Alkalosis

Hyperkalemia > 6 mg
Peningkatan k extracell oleh karena :
Peningkatan intake k : >> infus, transfsi.
Penurunan output k : renal failure, addison’s disease, aldosteron inhibiting drugs (aldactone).
Shift of K Out of intracell : asidosis, luka bakar, crushing injuries, hypoxia selluler.
Peningkatan respon otot terhadap rangsang saraf
Penurunan kekuatan kontraksi otot.
Gangguan pada otot rangka —- kelemahan otot pernafasan dangkal
Gangguan pada otot jantung : penurunan kekuatan kontraksi, —- dilatasi dan flaccidity —- penurunan rate jantung / stop, peningkatan respon terhadap rangsang saraf —- arrytmia ( ventrikel fibrilasi )

Hypokalsemia —- penurunan ca extracell
Oleh karena :
Penurunan absorbsi ca pada git: defisiensi vitamin d, defisiensi nutrisi, penurunan sekresi pth, penyakit liver, empedu, pancreas.
>> deposit ca pada tulang, peningkatan exkresi ca, alkalosis

Peningkatan permiabilitas dan irritabilitas jaringan saraf dan otot

Pada otot rangka : twitching, carpopedal spasm, tetany, spasmus larink,epilepsy —- like seizure.
Pada otot pembuluh darah : numbress, tingling pada jari
Neuromuskuler : troulsean tes +, chvostex’s sign +.
Pada otot jantung : arrytmia

Hypercalcemia —–peningkatan ca extrecell
Oleh karena :
Peningkatan absorsi ca git —- >> diet
Peningkatan pemecahan ca dari tulang : peningkatan sekresi pth, immobilisasi >>>, kanker tulang
Penurunan exkresi ca pada renal asidosis

Penurunan permiabilitas dan irritabilitas jaringan saraf dan otot
Penurunan aktivitas otot dan saraf —- penurunan tonus otot
Otot polos git —- distensi abdomen, kembung, konstipasi, nausea, vomiting.
Penurunan fungsi saraf : lethargy, kelemahan, penurunan reflex normal >
Kecuali pada otot jantung —- peningkatan rangsang jantung —- peningkatan cardiac output & bp jika >>> —- arrytmia. Penurunan pompa jantung —- penurunan BP.
Peningkatan ca extracell / plasma —- peningkatan deposit ca pada jaringan lunak — batu ginjal, renal failure.

OKSIGENASI

OXYGENASI

O2 diperlukan untuk pembentukan energi yang digunakan untuk aktivitas sel.
Tanpa O2 —- energi didapat melalui glikolisis anaerob.

C6H12O6 (GLUKOSA)

ATP
ADP

G. 6 PHOSPHAT

FRUKTOSA 6 PHOSPAT

GLYCERALDEHID 3P (2)

2Pi
2NAD

3 PHOSPHOGLYCEROL P (2)

2 PHOSPHOGLYCERAT (2)
2 NADH+ 2H

PHOSPHOENOL PYRUVAT (2)

2ADP
2 ATP

PYRUVAT (2)

2 NAD

2 LAKTAT

O2 —- SEL MELALUI 3 TAHAP

1.Ventilasi paru
O2 atm —- alveoli
CO2 alveoli —- atm
Faktor yang mempengaruhi:
Tekanan O2 atm
Jalan nafas
Complience dan recoil
Pusat nafas

2.Difusi gas
O2 alveoli —- kapiler paru
CO2 kapiler —-alveoli
Faktor yang mempengaruhi :
Luas permukaan paru
Tebal membran respirasi
Jumlah hb / erytrosyt
Jumlah kapiler paru yang aktif
Perbedaan tekanan dan konsentrasi
Waktu difusi
Afinitas gas
3.Transportasi gas
O2 kapiler —- sel
Co2 sel —- kapiler

Transport O2
Berikatan dengan h  oxyhemoglobin (97%)
Larut dalam plasma (3%)

Transport CO2
Larut dalam plasma ( 5%)
Berikatan dengan hb
—- carbanominohemoglobin (30%)
* berikatan dengan H2O sebagai Hco3 (65%)

Faktor yang mempengaruhi :
Cardiac output
Kondisi pembuluh darah
Exercise
Hematokrit
Erytrocyt
Hemoglobin

Dampak penurunan supply O2 ke sel

Penurunan supply O2 terjadi oleh karena gangguan :
Ventilasi
Difusi
Transportasi

—- hypoxia —- cyanosis

Tanda dan gejala hypoxia akut :
Nausea
Vomitung
Oliguri/anuria
Headache
Apathes
Dizzines
Irritability
Memory loss
Wajah tampak :
Cemas
Lelah
Ngantuk
Hypoxia kronik
Tampak :
Fatigue
Lethargi
Clubbing finger

Adaptasi tubuh terhadap penurunan o2 :
Peningkatan ventilasi paru
Peningkatan rbc
Peningkatan hct

Faktor yang mempengaruhi oxygenasi
System cardiovascular
System respirasi

1.Environment
Panas —- pembuluh darah perifer dilatasi —- perfusi jaringan meningkat, penguapan meningkat, resistensi menurun.
—- untuk mempertahankan tekanan darah jantung meningkatkan cardiac output —- kebutuhan o2 meningkat —- peningkatan heart rate, peningkatan respirasi rate.
Dingin —-pembuluh darah perifer konstriksi —-tekanan darah meningkat.
Altitude dataran tinggi po2 kurang —- resp.rate meningkat, heart rate meningkat.

2.Exercise
Peningkatan exercise /aktivitas —- HR meningkat, RR meningkat.

3.Emosi
Takut, cemas dan marah —- meningkatkan rangsang sympatis —- RR meningkat, HR meningkat.

4.Gaya hidup
5.Status kesehatan
6.Narkotik

Formula untuk menentukan enfractional inspired O2 (f1o2)

F1o2 = aa do2 + 100
barometer pressure

Aa do2 = alveolar –arterial difference o2
N = < 50 mmhg

Barometric pressure = 760 mmhg
Perkiraan konsentrasi o2 yang diterima
flow rate f1o2
Low flow syst.
Nasal canule 1 l/m 22-24%
2 l/m 24-28%
3 l/m 28-32 %
4 l/m 32-36 %
5 l/m 36-40 %
6 l/m 40-44 %

Partial re-
Breath with 8 l/m 40-50 %
Reservoir 10-12 l/m 60 %
Simple face 5-6 l/m 40 %
Mask 6-7 l/m 50%
7-8 l/m 60 %

High flow syst
Venturi mask 3-8 l/m 24-50%

Campuran
Oxygen tent 4-8 l/m 30-55 %
Oxygen hood 10-12 l/m diukur dg o2
analyzer

Cara mengukur aa do2
1.Berikan O2 100 % selama semenit
2.Ambil sampel darah —- periksa analysa gas darah
3.Ukur suhu ps —- lihat tekanan uap air pada suhu tsb
4.Kurangai tek. Barometric dg tek. Uap air = tek. Co2 + tek.O2 dalam alveoli
5.Diasumsikan : PCO2 alv. = pco2 arteri
6.Hasil pd point 4 dikurangi dg pco2 alv. =po2 alv.
7.Po2 alv. – po2 arteri = aa do2

Monitor adanya shunting dengan formula :
(barometric pressure – water vapor) x inpired o2 – (pco2 x 1,25) = alveolar o2

Alveolar 02 – arterial o2 = shunt, value

Jika 10 / 10 —- shunt is present

Ukuran ett,laryngoscope blade
Dan catheter suction

Usia ett blade cath.suc.
Neonat 3,0 0-1 6f
6 bln 3,5 1 8f
3 thn 4,5 2 8f
5 thn 5,0 2 10f
6 thn 5,5 2 10f
8 thn 6,0 2 10f
12thn 6,5 2 10f
16thn 7,0 3 12f
Dws 7,5-8 3 12f
8,0-8,5 3 14f

Siapkan 1 nomor >/ 2 x 24 jam
2.Latihan batuk efektif
3.Pengisapan lender
4.Pemberian obat bronchodilator

2.Mobilisasi sekresi paru
1.Hidrasi
2.Humidifikasi :
Inhalasi uap panas
Nebulasi
3.Physiotherapy dada dan postural drainage

MEMPERTAHANKAN DAN MENINGKATKAN BERKEMBANGNYA PARU

1.Mengatur posisi —- semi fowler / fowler
2.Latihan nafas dalam
a.Nafas dalam dan batuk
b.Pursed lips breathing
c.Pernafasan diafragma / abdomen

3.Pemasangan chest tube dan chest drainage
4.Pemasangan ventilasi mekanik
Mengurangi / mengoreksi hypoxia dan kompensasi tubuh akibat hypoxia  Therapy oksigen
Meningkatkan transportasi gas  Tranfusi darah & adekuat diet
Meningkatkan cardiac output  Spesifik tergantung faktor penyebab